SuaraMadura.id – Kades yang telah diperiksa Kejari Sumenep dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan realisasi program BSPS di Sumenep, berikan wawancara eksklusif.
Dalam proses pemeriksaan, pengumpulan bahan dan keterangan kasus dugaan korupsi BSPS, Kejari Sumenep diketahui telah memanggil 10 Kades dari 4 Kecamatan di Sumenep.
Salah satu Kades sebut saja Budi, yang telah dipanggil dan diminta keterangannya oleh Kejari Sumenep beberapa waktu lalu, berkenan memberikan keterangan secara khusus kepada SuaraMadura.id tentang apa yang disampaikannya.
Setelah bersepakat bertemu di sebuah rumah makan di kawasan Kota Sumenep. Budi pun membuka percakapan dengan menyebut jumlah penerima BSPS di desanya yang mencapai lebih dari 50.
Jumlah penerima BSPS di desa yang dipimpinnya itu, ternyata tidak diperoleh Budi secara cuma-cuma. Melainkan dengan harus membayar sejumlah nominal.
“Untuk per satu unit penerima BSPS yang didapat, saya diminta membayar uang 3 juta 500 ribu yang saya berikan secara transfer ke nomor rekening yang diberikan Amin,” ujar Budi, Kamis (17/4) malam.
Ia lalu menjelaskan, Amin merupakan seorang tenaga fasilitator lapangan (TFL) BSPS di salah satu kecamatan yang biasa disebut sebagai pendamping dan juga yang menjadi tangan kanan Korkab.
“Amin itu orang kepercayaan Kiki yang sekarang menjabat sebagai Korkab. Saya kenal Kiki sudah lama, sejak dia mulai jadi pendamping,” ucapnya.
Selain mesti membayar untuk setiap penerima BSPS yang totalnya mencapai di atas angka Rp 200 juta. Budi ternyata juga masih harus membayar lagi untuk SPJ yang dibuat pendamping.
“Per SPJ itu 1 juta 250 ribu. Ya, totalnya untuk SPJ saja 50 puluh juta lebih,” kata Budi seraya menambahkan, bahwa benar pada program BSPS, desa ialah sebagai pengusul tetapi juga pembeli. “Karena kita harus beli kalau mau dapat,” imbuhnya.
Budi kemudian membeberkan bahwa dia masih menyimpan setiap bukti transfer pembayaran terkait program BSPS yang diterimanya. “Tujuannya karena saya beli, saya khawatir ditipu,” tukasnya.
Ketika ditanya lebih lanjut apakah praktik jual beli program BSPS itu juga terjadi kepada para penerima di desa lain, dengan nada yakin Budi membenarkan.
“Ya merata di semua desa penerima seperti itu, hanya mungkin sistem transaksinya saja yang beda. Ada yang bayar di depan, ada yang setelah terima SK dan ada juga yang pasrah penuh ke pendamping yang bekerja sama dengan toko penyalur material,” ungkapnya.
Terakhir Budi mengatakan jika apa yang disampaikannya ini, sudah ia sampaikan seluruhnya. Termasuk bukti-bukti transfer yang dimilikinya, saat dia dipanggil dan berikan keterangan di Kejari Sumenep.
Sebelum berpisah, Budi lantas mengutarakan alasan dirinya bersedia diwawancara . “Saya ingin jual beli program seperti BSPS ini dapat berakhir dan tak terjadi lagi. Kasihan masyarakat,” tutupnya sembari berkaca-kaca.
Informasi terkini yang diterima, Kejari Sumenep telah mengirim undangan panggilan selanjutnya kepada desa-desa dari 4 kecamatan di daratan dan kepulauan untuk dapat hadir dan memberikan keterangan soal BSPS di minggu depan.