LEGAL OPINION
Terkait Keabsahan Anggaran BSPS dalam APBN yang Tidak Dibahas Melalui Komisi V DPR RI Versi Menteri Maruarar Sirait.
Latar Belakang
Bahwa dari Komisi V DPR RI telah ditemukan pos anggaran terkait Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dalam APBN yang tidak pernah dibahas atau diajukan melalui Komisi V DPR RI dalam proses penyusunan RAPBN. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan hukum atas anggaran dimaksud, mengingat mekanisme penganggaran negara diatur secara tegas dalam kerangka perundang-undangan.
Rumusan Masalah
Apakah secara hukum, sah apabila anggaran BSPS muncul dalam APBN tanpa pembahasan terlebih dahulu oleh Komisi V DPR RI?
Dasar Hukum
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
– Pasal 23 ayat (2): RAPBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
– Pasal 14-18: Menetapkan bahwa penyusunan RAPBN dilakukan oleh pemerintah berdasarkan RKP dan dibahas bersama DPR sesuai mekanisme kelembagaan.
– Pasal 20: Pembahasan anggaran dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah melalui komisi terkait dan Badan Anggaran (Banggar).
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD jo. UU No. 13 Tahun 2019.
– Pasal 45 dan 84: Komisi bertugas membahas anggaran sesuai ruang lingkup tugasnya.
4. Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib DPR RI.
– Mengatur bahwa pembahasan RAPBN dilakukan oleh komisi terkait sesuai lingkup tugas, dan hasil pembahasan diserahkan ke Banggar.
Analisis Hukum
1. Prinsip Check and Balances
– Salah satu asas penting dalam sistem anggaran Indonesia adalah adanya pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR. Pembahasan oleh komisi teknis (Komisi V) merupakan bentuk pengawasan dan fungsi anggaran legislatif yang tidak bisa dilewati begitu saja.
2. Cacat Prosedural
– Masuknya anggaran BSPS dalam APBN tanpa melalui pembahasan Komisi V DPR RI dapat dikategorikan sebagai cacat prosedural karena bertentangan dengan mekanisme formil yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan tata tertib DPR.
3. Pelanggaran Fungsi Anggaran DPR
– DPR, melalui komisi-komisi, memegang hak anggaran (budgetary right). Melewati Komisi V dalam proses ini berarti mengabaikan mandat konstitusional DPR untuk melakukan kontrol anggaran atas sektor terkait.
4. Pengesahan Melalui Banggar Tidak Menghapus Cacat Formil.
– Kendati pos anggaran dapat disahkan melalui Banggar, tindakan tersebut tidak serta-merta membenarkan pengabaian terhadap prosedur pembahasan komisi. Hal ini dapat menjadi objek evaluasi BPK dan menimbulkan potensi maladministrasi atau bahkan dugaan penyimpangan.
Kesimpulan
Bahwa berdasarkan ketentuan hukum dan prinsip tata kelola anggaran negara:
1. Anggaran BSPS yang masuk dalam APBN tanpa pembahasan oleh Komisi V adalah tidak sah secara prosedural, meskipun secara formal sah jika telah ditetapkan dalam UU APBN.
2. Tindakan tersebut melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran, serta berpotensi melanggar hak konstitusional DPR sebagai pemegang fungsi legislasi dan anggaran.
3. Langkah korektif diperlukan, baik melalui:
– Permintaan audit khusus kepada BPK;
– Penyampaian hak interpelasi oleh Komisi V DPR RI;
– Penyusunan laporan atas dugaan pelanggaran prosedural penganggaran.
Rekomendasi
1. Mengajukan permintaan audit khusus kepada BPK RI untuk memeriksa proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan BSPS tahun anggaran bersangkutan.
2. Jika terdapat bukti bahwa anggaran tersebut dimasukkan secara manipulatif, dapat dipertimbangkan pelaporan kepada penegak hukum terkait indikasi penyalahgunaan wewenang _(abuse of power)_ atau penggelapan anggaran, terutama yang dilakukan oleh Banggar DPRRI.
Dokumen ini disusun untuk memberikan dasar argumentasi hukum yang dapat digunakan dalam rangka mendorong akuntabilitas dan keterbukaan pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam sektor perumahan rakyat.
Disusun oleh:
Sulaisi Abdurrazaq & Partners
Jawa Timur, 20 Mei 2025.