SuaraMadura.id – Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur menganggap perlu merespons keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI) yang mengganti dua kader terbaiknya sebagai Caleg Terpilih DPR-RI, Achmad Ghufron Sirodj (Ra Gopong) dan Irsyad Yusuf. Dalam hal ini, kami menekankan agar KPU benar-benar mandiri dan bebas dari intervensi partai politik (parpol) dalam mengeluarkan keputusan tersebut.
Berikut sejumlah poin utama sebagai pernyataan sikap kami untuk menjadi perhatian besar KPU RI :
Menyikapi Penggantian dua Kader Ansor Jawa Timur yang juga Caleg DPR RI terpilih (Sahabat Ach. Ghufron Sirod/ Waketum PP GP Ansor dan Sahabat Irsyad Yusuf /Kasatkorwil Banser Jawa Timur) yang dipecat oleh PKB
1. KPU harus mampu menunjukkan independensinya dalam menangani kasus pemecatan ini. Sebagai lembaga yang dipercaya menjaga proses demokrasi, KPU harus menegaskan bahwa kewenangan untuk melantik calon legislatif terpilih sepenuhnya ada di tangan mereka, bukan di tangan partai politik. Setiap keputusan untuk membatalkan pelantikan hanya dapat dilakukan jika terbukti adanya pelanggaran hukum yang jelas dan terukur, bukan semata-mata berdasarkan keputusan internal partai. Independensi KPU dalam mengambil keputusan ini adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang berkeadilan.
2. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen, KPU memiliki peran krusial dalam menjaga integritas dan netralitas proses demokrasi. Tindakan KPU untuk tidak melantik Sahabat Ghufron Sirodj sebagai salah satu calon legislatif terpilih karena pemecatan oleh PKB menimbulkan pertanyaan serius mengenai sejauh mana independensi KPU dari tekanan eksternal, khususnya dari partai politik. Keputusan semacam ini perlu dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak merusak kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penjaga demokrasi yang seharusnya netral dan berdiri di atas kepentingan politik manapun.
3. Jika partai politik dapat dengan mudah memecat seorang calon legislatif yang telah dipilih oleh rakyat dan mencegah pelantikannya, maka hal ini menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Tindakan semacam itu membuka peluang bagi partai untuk menggunakan pemecatan sebagai alat kontrol otoriter terhadap kadernya, tanpa memperhitungkan aspirasi rakyat yang telah memilih mereka. Kondisi ini tidak hanya merusak prinsip representasi rakyat, tetapi juga menempatkan demokrasi kita dalam bahaya, di mana kekuasaan partai politik dapat mengabaikan mandat yang telah diberikan oleh pemilih.
Musaffa’ Safril
(Ketua PW Ansor Jawa Timur)