SuaraMadura.id – PT Petrogas Jatim Sampang Energi (PJSE) sebagai anak perusahaan PT Petrogas Jatim Utama (PJU) berhasil memperoleh Participating Interest atau PI pertama untuk Jawa Timur di era Gubernur Khofifah Indar Parawansa. Di lain sisi PT Petrogas Jatim Sumekar (PJS) belum dapat berbuat banyak.
Kesuksesan PJSE menyelesaikan pengalihan Participating Interest pada Wilayah Kerja Ketapang tersebut ditandai dengan penandatanganan B to B (Business to Business) dengan Petronas Carigali Ketapang II Limited (PCK2L) dan Saka Ketapang Perdana (SKP) pada 28 Maret 2022 lalu.
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Yuzaini Md Yusof, President Director Petronas Indonesia, Heri Suryanto Presiden Direktur Saka Ketapang Perdana dan Buyung Afrianto, Direktur Utama Petrogas Jatim Sampang Energi.
Menurut Komisaris PJSE Hadi Mulyo Utomo, penandatanganan dokumen Pengalihan Participating Interest Blok Ketapang ini adalah pertama kali dilakukan di Blok Migas Jatim pasca diterbitkannya Permen ESDM no. 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran PI 10% pada Blok Migas.
Perjuangan Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sampang dalam proses pengalihan Participating Interest 10% melalui PJSE, kata Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Iwan dimulai sejak tahun 2017 silam.
Lalu bagaimana dengan capaian PJS sebagai “Spesial Purpose Company” dalam pengurusan Participating Interest 10% Kangean Energy Indonesia Ltd. (KEI Ltd.) yang dimulai di tahun 2018, tak berselang lama dengan proses yang dijalankan PJSE?
Tentu saja kondisi PJS yang belum mendapatkan kontrak kerjasama pengelolaan Participating Interest 10% dari KEI Ltd. Menjadi tanda tanya publik Kota Keris. Dimana manfaat untuk dapat membantu mengembangkan perekonomian daerah Kabupaten Sumenep, belum terlihat.
Pihak PJS, Satnawi yang dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp menerangkan proses pengurusan PI 10% KEI Ltd. itu tetap berjalan dan kini sudah memasuki tahapan akhir.
“Tahapan akhir, menunggu tanggapan dari KKKS perihal penawaran. Setelah itu TT (tanda tangan, red), dan mengajukan persetujuan Menteri,” jawabnya. Sabtu (3/9).
Ketika ditanyakan apakah PJS sendiri sudah siap untuk pengelolaan PI nya secara mandiri atau melibatkan lagi perusahaan lain, Satnawi mengatakan.
“Dalam permen ESDM No. 37 tahun 2016, Penerima PI dalam hal ini BUMD sahamnya harus 100 % punya daerah Mas, tidak boleh ada pihak swasta,” katanya.
Sedangkan, Julius R. Latumaerissa Pemerhati Migas, dalam salah satu artikelnya menjelaskan pengertian Participating Interest 10% yakni jumlah biaya produksi (cost of prdoduction) yang harus ditanggung oleh para pihak yang terlibat dalam proses produksi Gas atau Minyak Bumi.
“Dengan demikian maka yang namanya biaya produksi adalah beban (burden), berbeda dengan pendapatan (income) atau keuntungan (profit),” jelasnya.
Jadi, lanjut Julius, yang dialihkan adalah biaya atau beban produksi yang seharusnya ditanggung kontraktor dialihkan ke pemda dengan alih-alih bahwa, agar pemda berpartisipasi dalam operasional Blok Migas yang dieksploitasi dan tidak sekedar jadi penonton.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest (PI) 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
“Sebagai contoh jika total biaya operasional yang dibutuhkan mulai tahap eksplorasi sampai dengan eksploitasi diestimasi sekitar 400 Miliar rupiah, maka beban pemda adalah Rp.40 Miliar rupiah (Participating Interest 10%) dan bukan pendapatan pemda Rp.40 Miliar,” terangnya..
Sedangkan dana yang digelontorkan Pemkab Sumenep terkait operasional pengurusan Participating Interest 10% KEI Ltd. telah habis tak bersisa imbas belun adanya pendapatan yang diperoleh PJS.
“Hari ini untuk pengurusan operasional, dibiayai oleh Holding Mas, PT PJU,” beber Satnawi.
Pemerhati kebijakan publik Kota Keris, Ferry Saputra berpendapat hendaknya Pemprov Jatim dan Pemkab Sumenep terlebih dahulu merestrukturisasi manajemen PT Petrogas Jatim Sumekar.
“Petrogas Jatim Sumekar mestinya diisi oleh figur yang benar-benar paham terkait Participating Interest 10%,” ujar Ferry ketika ditemui di kediamannya pada, Selasa (6/9).
Ferry yang berprofesi sebagai arsitek itu memandang lucu jika manajemen PJS sendiri belum bisa memahami esensi sebenarnya dari Participating Interest.
Ia juga menilai saat ini PJS belum memiliki kemampuan mengakuisisi Participating Interest 10%. “Karena finansial Pemkab Sumenep gak mungkin mengcover 100% saham. Harus ada pihak pendana,” tegasnya.
Lantas masihkah warga masyarakat Sumenep dapat berharap akuisisi Participating Interest 10% KEI Ltd. segera diwujudkan PJS?