SuaraMadura.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pemasyarakatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-28 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022, Kamis, 7 Juli 2022.
Melansir Tempo, draf final RUU Pemasyarakatan diserahkan pemerintah kepada DPR kemarin, tanpa ada perubahan apa pun dari draf sebelumnya.
“Apakah RUU tentang Pemasyarakatan dapat disetujui menjadi undang-undang?,” ujar Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel selaku pimpinan sidang disambut persetujuan peserta sidang, Kamis, 7 Juli 2022.
RUU Pemasyarakatan sebelumnya batal disahkan pada 2019, karena masifnya penolakan dari masyarakat. Saat itu, RUU Pemasyarakatan dianggap mempermudah pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, termasuk kasus korupsi.
Sebab, RUU Pemasyarakatan meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga aturan mengenai pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999.
Adapun PP 99/2012 mengatur syarat rekomendasi dari aparat penegak hukum yang selama ini memberatkan pemberian pembebasan bersyarat bagi napi korupsi.
“Dulu kan yang dipermasalahkan itu, tapi sekarang MA kan sudah membatalkan PP 99/2012, jadi sudah tidak ada permasalahan lagi dan bisa disahkan,” ujar Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, Rabu, 6 Juli 2022.
Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 oleh MA sebelumnya menuai kritik sejumlah pegiat hukum. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, DPR semestinya memasukkan aturan pengetatan remisi koruptor dalam RUU Pemasyarakatan.
“RUU Pemasyarakatan bisa kita kuatkan dan abaikan pertimbangan hukum dari MA yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” kata Dosen Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Jentera itu, Oktober 2021.
Namun dalam RUU Pemasyarakatan yang disahkan hari ini, tidak ada aturan mengenai pengetatan aturan tentang remisi koruptor. Korupsi dipandang sama dengan kejahatan umum lainnya.