Berita

Penebangan Pohon Untuk Kayu Balok Merajalela di Pulau Sapudi, Lingkungan Terancam!

1470
×

Penebangan Pohon Untuk Kayu Balok Merajalela di Pulau Sapudi, Lingkungan Terancam!

Sebarkan artikel ini
Penebangan Pohon Untuk Kayu Balok Merajalela di Pulau Sapudi, Lingkungan Terancam!
Truk pengangkut hasil penebangan pohon untuk kayu balok do Pulau Sapudi, Sumenep, Madura. (Foto/HQ).

SuaraMadura.id | Sumenep – Penebangan pohon untuk kayu balok di Pulau Sapudi, Sumenep, Madura, kian merajalela. Banyak pebisnis kayu turun lapangan untuk memperjualbelikan ke luar.

Pohon tersebut adalah pohon mimba dan asam yang berukuran besar maupun kecil. Tergantung ukurannya yang dibeli langsung dari pemilik lahan.

Tak tanggung-tanggung, pengirimannya pun hampir setiap pekan dengan menggunakan truk berukuran besar dan perahu.

Pantauan media ini, pebisnis kayu balok diduga tidak dibekali dengan surat-surat lengkap dalam proses pengiriman hasil penebangan pohon tersebut.

Aktivis Sapudi, Mas’udi menyampaikan bahwa penebangan pohon berukuran sedang dan besar yang terus-terusan di lakukan di Pulau Sapudi berpotensi dapat merugikan daerah tersebut.

Menurut dia, pohon-pohon itu merupakan sumber penghasil 02 dan banyak mengandung karbon. Pohon tersebut juga dapat tumbuh besar dengan ukuran fantastis, sehingga dapat memperkuat permukaan tanah.

“Terkecuali memang pohonnya keropos dan dapat membahayakan, baru bisa ditebang,” ungkapnya, Sabtu (23/09/23).

Pria yang pernah bergelut di forum pecinta alam itu menjelaskan bahwa pohon asam adalah pohon konservasi yang bernilai ekologis tinggi dan bagian dari budaya masyarakat sesuai dengan kajian studi etnobotani atau hubungan antara manusia dan tumbuhan.

“Pohon asam itu menjadi aset ekologis bagi negara, terutama untuk menyumbangkan serapan karbon, apalagi pohon asam ini berukuran besar. Setidaknya bisa menjadi kolaborator dalam perubahan iklim di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, Pulau Sapudi yang hanya memiliki ukuran luas 35 kilometer persegi dinilainya akan mengalami dampak yang besar pada lingkungannya jika pohon-pohon yang mengandung serapan karbon dan O2 terus ditebang.

“Selain struktur tanah yang mulai mudah gusur, ekosistem dan populasi di Pulau Sapudi juga akan menjadi taruhannya,” jelas mantan Gubernur BEM IAI Nurul Jadid itu.

Mas’udi mensinyalir ada upaya melanggar peraturan perhutanan dalam bisnis pohon yang berada di Pulau Sapudi tersebut.

Dia menghimbau kepada pihak terkait untuk memeriksa pebisnis kayu balok yang tidak mengantongi Surat Angkutan Kayu Rakyat (SKAR) saat melakukan pengangkutan dari Pulau Sapudi.

Sebab, bila merujuk pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. SKAR berlaku untuk semua jenis kayu khususnya di Pulau Jawa dan Bali.

“Khawatir jika tidak menggunakan SKAR dapat terjadi penyelewengan angkutan dan asal usul kayu tidak jelas dari hutan hak atau hutan lindung,” pungkasnya.

Sementara pihak terkait masih belum dapat dikonfirmasi terkait maraknya penebangan pohon untuk kayu balok di Pulau Sapudi yang semakin merajalela tersebut.

Informasi, sejak diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja, hak kepemilikan hutan harus dibuktikan dengan sertifikat dan bukti lain yang diakui oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Pertahanan Negara.***