SuaraMadura.id – Polemik penyaluran pembayaran Jasa Pelayanan (Jaspel) Tenaga Kesehatan (Nakes) Puskesmas Sumenep oleh BPRS Sumenep sepertinya masih jauh dari kata usai.
Setelah Aliansi Progresif Sumenep menyoroti perihal dugaan penyaluran Jaspel Dana Kapitasi oleh BPRS Sumenep, cacat hukum. Muncul pertanyaan, siapa yang punya inisiatif?
Sebelumnya permasalahan yang kurang lebih sama juga pernah terjadi di BPRS Sumenep, namun melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain. Sayang, kelanjutannya hilang tersapu angin.
Saat itu, di tahun 2019. Pencairan bantuan dari pusat tidak berhenti di bank tempat rekening kas daerah berada tetapi disalurkan lagi melalui BUMD bidang perbankan Kota Keris tersebut.
Penyalurannya kala itu disinyalir berjalan tanpa adanya payung hukum yang jelas, mirip seperti yang terjadi pada persoalan pengelolaan Jaspel Dana Kapitasi Puskesmas saat ini.
“Sebelum direktur yang baru sekarang, juga ada kejadian. Ada sebuah sistem pembayaran yang dialihkan dari bank negeri ke bank swasta tapi yang orasi itu dan yang lain-lain diam saja,” komentar Fery Saputra. Selasa (4/10).
Lebih lanjut pria lulusan arsitektur menerangkan, waktu itu yang punya ide memindahkan dana bantuan pusat di salah satu OPD Sumenep tersebut dapat fasilitas ini itu sebagai kompensasi ide nakalnya.
Pewarta ketika itu sempat menelusuri apa yang disampaikan Fery. Sang aktor pemindahan dana bantuan itu dikabarkan menerima sebuah station wagon dengan TNKB favorit eks Direktur Utama BPRS Sumenep yang lalu.
“Hari ini siapa yang punya ide mindahin dana kapitasi itu? Ini yang harusnya jadi pokok persoalan bukan banknya. Orangnya siapa? Dapat bonus apa?” Sergah Fery yang asli kelahiran Kalianget itu.
Dengan tidak adanya pengesahan dan penetapan Bupati Sumenep, imbuh Fery, BPRS jelas tidak mungkin melakukan langkah pengelolaan uang negara senilai puluhan miliar tanpa backup yang cukup.
Sementara, salah satu pejabat di lingkungan pemerintahan Kota Keris yang tidak kami sebutkan namanya meragukan kalau apa yang dilakukan BPRS Sumenep, mengelola Jaspel Dana Kapitasi tak diketahui bupati.
“Tanpa SK Bupati? Apa Bupati benar tidak tau kalau Jaspel itu penyalurannya lewat BPRS? Atau apa Bupati tau, cuma teledor tak di SK-kan. Terus, kemana para komisaris? Yang punya fungsi pengawasan,” tukasnya.
Pengelolaan Jaspel Dana Kapitasi yang diduga tidak ada landasan hukumnya itu menurutnya bukan murni kesalahan BPRS Sumenep, melainkan melibatkan pihak lain. Baik dari internal maupun eksternal.
“Yang namanya kerjasama, BPRS itu tentu bertindak sebagai pihak ke-2. Yang punya duit dalam hal ini pemkab diwakili Dinkes sebagai pihak ke-1. Kapus itu secara struktur menjadi bawahannya Dinkes,” bebernya di akhir perbincangan.