Berita

Kegelisahan Pemuda Raas Atas Ulah Pemkab Sumenep

379
×

Kegelisahan Pemuda Raas Atas Ulah Pemkab Sumenep

Sebarkan artikel ini
Kegelisahan Pemuda Raas Atas Ulah Pemkab Sumenep
Pulau Raas. Foto/Terakota

Masyarakat Kepulauan Raas Datangkan BBM Ditangkap, Pemkab Sumenep Buta?

Oleh: Mashudi

Republik Indonesia adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang terdiri dari gugusan pulau-pulau, yang dilintasi garis khatulistiwa.

Begitupun Sumenep adalah sebuah Kabupaten di ujung timur pulau Madura, Jawa Timur, yang terdiri dari ratusan pulau-pulau. Dimana salah satunya ialah Kecamatan Raas atau Kepulauan Raas.

Berbicara Kepulauan Raas, tentu sudah bukan rahasia publik lagi tentang tantangan dan rintangan untuk menghidupkan roda perekonomian di wilayah tersebut.

Masyarakat Kepulauan Raas, yang notabene adalah pejuang tangguh yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, mereka pantang malas-malasan atau mengeluh dalam urusan mencari penghidupan.

Masyarakat Kepulauan Raas, setidaknya turut berbangga telah mempersembahkan kekayaan alamnya untuk pembangunan negeri, yang katanya ratusan juta dollar perhari.

Masyarakat Kepulauan Raas, juga tidak pernah mengungkit dana Corporate Social Responsibilit (CSR) dan Partispasi Interest (PI) dari kekayaan alamnya yang dipersembahkan untuk Indonesia.

Masyarakat Kepulauan Raas, tidak pernah iri walaupun hanya dijadikan lintasan pipa pasokan gas yang didistribusikan ke beberapa pembeli di Jawa Timur.

Bahkan dikabarkan, sudah dilakukan pengeboran lima sumur Terang Sirasun Batur (TSB) yang berlokasi di Blok Kangean PSC, tepatnya di perairan pulau komerean, Desa Guwa-Guwa, Kecamatan Raas, Sumenep.

Setetes BBM Adalah Nafas, Dimana Keadilan Energi?

Kebutuhan hidup, terkadang bukanlah prioritas yang harus dipikirkan, seperti halnya setetes Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan nafas bagi masyarakat kepulauan Raas. Entah, apakah keadilan sosial juga berlaku untuk rakyat kepulauan?

Kejadian malam itu masih terngiang-ngiang bagi masyarakat kepulauan Raas, pada (5/4/2022), ada informasi bahwa Ditpolairud Polda Jawa Timur meringkus seorang warga berinisial SRW, di Pelabuhan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Madura.

Diketahui pada, Selasa (12/4/2022) dalam pres rilis yang diterbitkan, SRW diamankan oleh Ditpolairud Polda Jawa Timur karena kedapatan melakukan pengangkutan BBM sebanyak 4,5 ton yakni jenis Bio Solar dan Pertalite, beserta satu unit pick up.

Bahkan disebutkan, “Modus pelaku ini ada 2 yakni, pelaku menggunakan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi terkait yang seharusnya digunakan untuk sekali angkut namun digunakan sampai 3 kali,” jelas Dirpolairud Polda Jatim, Kombes Pol Puji Hendro Wibowo, dikutip Media Online Sumenepkab.go.id yang buta akan kebutuhan rakyat Kepulauan Raas.

Padahal, surat rekomendasi yang digunakan SRW tersebut merupakan upaya untuk mensejahterakan masyarakat kepulauan Raas, sebagaimana petunjuk Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Disini SRW hanyalah korban dari ketidakpedulian pemerintah kabupaten Sumenep yang tidak pernah peka terhadap hak dan kebutuhan rakyatnya, dengan bangga pula mempertontonkan disparitas ke kancah nasional.

Mirisnya, hampir tidak pernah ada sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur hulu hilir tentang BBM di Kabupaten Sumenep. Melihat geografis Sumenep yang terdiri dari gugusan pulau-pulau sudah tentu sangat berisiko dengan hukum untuk mendapatkan BBM itu.

Mengingat upaya yang dilakukan SRW untuk mendatangkan BBM, dikarenakan tidak beroperasinya penyalur APMS Kecamatan Raas. Maka sudah sewajarnya, masyarakat kepulauan Raas akan pergi ke daratan Sumenep untuk mendapatkan bahan kebutuhan pokok yang penuh jebakan itu.

Ketika berbicara keadilan sosial, tentu di dalamnya mengandung makna tentang kesejahteraan. Bagaimana rakyat kepulauan Raas akan sejahtera jika mereka tidak bekerja? Lagi-lagi mengingat setetes BBM bukan sekedar kebutuhan bagi mereka melainkan adalah nafas.

Pada dasarnya, rakyat kepulauan Raas tidaklah meminta BBM gratis, sekalipun tidak satu harga karena mereka sudah terbiasa atas tidak adanya pelayanan pemerintah yang tidak pernah berinisiatif hadir untuk memberikan solusi terkait kisah klasik BBM.

Ketika Hukum Harus Menghukum

Tujuan utama penegakan hukum adalah membuat masyarakat merasa bahwa hak-haknya dilindungi karena esensinya adalah keadilan. Tentu dalam rangka penegakan hukum itu seyogyanya dapat dibingkai juga dengan perspektif ilmu hukum guna memperoleh titik temu yang lebih mudah dalam mengimplementasiannya.

Pada tatanan sosial masyarakat, ketika suatu negara memiliki konsep keadilan yang mapan sekalipun belum tentu baik apabila diterapkan untuk negara lain karena setiap negara memiliki perbedaan akar pemikiran tersendiri, tergantung norma dasar dalam kehidupan sosial dan budaya bangsanya.

Salah satu alasan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan yaitu untuk tidak merendahkan martabat warga negara. Kata lainnya, hukum selalu melayani kepentingan dan keadilan serta ketertiban atau ketenteraman. Dan hukum harus diterapkan konsisten agar tecipta perdamaian dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.

Selain itu, keadilan merupakan unsur yang harus diperhatikan dalam menegakkan hukum. Masyarakat kepulauan Raas berharap dalam pelaksanaan hukum tentang ketahanan energi BBM, para aparat penegak hukum harus bersikap adil.

Kendati demikian, pelaksanaan hukum yang tidak adil akan mengakibatkan keresahan masyarakat, sehingga wibawa hukum dan aparatnya akan luntur di mata masyarakat terutama rakyat kepulauan yang mayoritas bergantung pada energi BBM.

Dari itu, sangatlah berbahaya apabila masyarakat sudah tidak peduli terhadap hukum. Maka ketertiban dan ketentraman masyarakat akan terancam yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional. Inilah alasan kenapa selama ini masyarakat kepulauan Raas memilih diam ketimbang aksi demonstrasi.

Tulisan ini tidak dalam rangka menyalahkan siapapun atau mencari pembenaran terkait kasuistik yang dialami SRW. Tetapi setidaknya masyarakat kepulauan Raas masih memiliki harapan untuk keberlangsungan hidupnya, dan tidak terjebak dalam traumatis hukum karena hukum dicipta bukan untuk menghukum.