SuaraMadura.id – Sekencang apapun kebohongan mencoba berlari, kebenaran akan melampaui. Pepatah tersebut cocok menggambarkan pihak-pihak diduga terlibat dalam menutupi kebenaran kasus Brigadir J, yang versi awal Polri adalah ‘polisi tembak polisi’.
Tak selang lama setelah Irjen Ferdy Sambo diperiksa selama 7 jam di Gedung Bareskrim perihal tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo gerak cepat copot ‘bintang’ tiga orang di Divisi Provesi dan Pengamanan Polri (Propam).
Selain Irjen Ferdy Sambo yang dicopot dari jabatan sebagai Kadiv Propam Polri, dua jenderal bintang satu dan tujuh perwira menengah dari total 25 orang dari berbagai tingkat jabatan mulai dari Pati, Pamen dan Pama di lingkungan Kepolisian.
Hal tersebut buntut perkembangan penyidikan perkara dugaan pembunuhan yang menewaskan Brigadir J. Sebagaimana tertuang dalam telegram mutasi yang ditandatangani Listyo Sigit pada Kamis kemarin, 4 Agustus 2022.
“Malam ini saya keluarkan surat telegram khusus untuk memutasi dan tentunya harapan saya penanganan tindak pidana terkait dengan meninggalnya Brigadir Yosua ke depan akan berjalan baik,” kata Listyo Sigit dalam konferensi pers di Mabes Polri.
Kapolri menyatakan bahwa tim inspektorat khusus dan tim khusus bentukannya telah memeriksa 25 anggota polisi dalam kasus ini. “Sebanyak 25 personel ini kami periksa terkait dengan ketidakprofesionalan dalam penanganan TKP,” ungkap Sigit.
Lantas siapa dua sosok bintang lain yang ikut gugur dalam peristiwa yang oleh Fakhrurrozi, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Malang, Jawa Timur, dalam sebuah tulisannya di media diibaratkan sebagai ‘drama Korea’ alias ‘drakor’ yang tengah dimainkan para petinggi Polri.
Mereka adalah bawahan Irjen Ferdy Sambo di Div Propam Polri yakni, Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Karo Paminal Propam, serta Brigjen Benny Ali, rekan seangkatan Kapolri yang duduk pada jabatan Karo Provos Propam.
Dilansir Tempo pada, Jum’at (5/8), begini peran keduanya yang dianggap tidak profesional dan menghambat proses penanganan perkara guna mengungkap penyebab tewasnya Brigadir J, ajudan Irjen Ferdy Sambo tersebut.
Brigjen Hendra Kurniawan
Disebut sebagai orang yang melakukan intimidasi terhadap keluarga Yosua. Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak sempat menyatakan bahwa Hendra adalah qperwira yang menggeruduk kediaman Samuel Hutabarat, ayah Yosua, di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi.
Hendra saat itu disebut membawa puluhan anggota polisi dan memaksa keluarga untuk menerima cerita bahwa Yosua meninggal karena penembakan oleh Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu setelah melakukan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo.
Dalam pertemuan itu, Hendra disebut sempat menyandera Samuel dan keluarga serta merampas telepon seluler mereka. Hendra juga yang disebut menolak permintaan keluarga agar Yosua dikuburkan dengan upacara dinas kepolisian.
“Perlakuan itu melukai perasaan keluarga korban yang tengah dirundung duka,” ujar Kamaruddin.
Brigjen Benny Ali
Kamaruddin juga sempat menyebut nama Benny Ali sebagai orang yang memaksa adik Yosua agar menandatangani surat persetujuan permohonan autopsi. Belakangan diketahui bahwa autopsi itu menyalahi prosedur kaarena telah dilakukan sebelum surat tersebut ditandatangani oleh keluarga.
“Karo Provos memaksa adik korban menyetujui permohonan autopsi. Padahal ini bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dia,” tutur Kamaruddin.
Anak buah Benny juga sempat disebut mengambil dekoder di Kompleks Polri Duren Tiga, area rumah dinas Ferdy Sambo. Pengambilan dekoder itu dilakukan sepekan setelah kematian Yosua pada Jumat, 8 Juli 2022.
Pengambilan dekoder yang sempat disebut rusak itu diduga tak melalui prosedur penyitaan yang benar. Pasalnya, petugas keamanan komplek menyatakan tak menerima surat penyitaan dari polisi.
Anak buah Benny juga disebut sebagai pihak yang pertama hadir di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo saat kejadian, ikut melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) meskipun itu bukan tugasnya.
Mereka juga disebut sempat menguasai telepon genggam Yosua yang menurut keluarga dinyatakan hilang oleh polisi. Bahkan iPhone 13 milik Brigadir J terblokir karena diutak-atik tanpa mengetahui kata sandi.
Apakah gugurnya bintang-bintang dari Divisi Propam Polri tersebut akan segera menyudahi episode ‘drakor’ Brigadir J, yang tidak menguras air mata melainkan memancing emosi dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian? Mari kita tunggu saja.