SuaraMadura.id – Fauzi As tokoh muda yang berprofesi sebagai pengusaha sekaligus pemerhati kebijakan publik Kota Keris yang dikenal dengan kritikan tajam melalui tulisannya, kini mulai membidik Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda Sumenep).
Di Mami Muda, nama tempat Fauzi As berdiam dan menggerakkan jemarinya untuk kemudian menjadi sebuah tulisan, perbincangan di dini hari yang santai tapi serius tentang Bappeda Sumenep, berlangsung. Senin (23/01/23).
“APBD 2,5 Triliun Potensial Batal,” ucap Fauzi As tiba-tiba saat waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB. Sontak saja kalimat singkat tersebut menggelitik rasa ingin tahu kemana arahnya, “Bappeda Sumenep,” imbuh owner LaBatik tersebut.
Ia lalu menyamakan kondisi Kabupaten Sumenep saat ini bagaikan kabupaten terdalam di pedalaman. “Kabupaten rimba tanpa cahaya, kabupaten yang hampir tak berlaku hukum dan aturan, entah dikendalikan oleh kesaktian siapa, serasa hidup dalam cengkraman sempurna Fir’aun dan Qorun,” ujarnya.
“Saya semakin hari semakin merasa asing hidup di kota ini, oknum pejabat sewenang-wenang, dan terang terangan, merasa nyaman dan tetap aman. Lalu dimanakah moralitas pejabat?” Ujar Fauzi As.
Dirinya kemudian mengomentari tentang produk hukum dan juga kebijakan penguasa saat ini yang menurutnya seringkali kontraproduktif dan memancing polemik di tengah masyarakat.
“Perbup sakti seenak perutnya, menggilas aturan semena-mena, seolah memberikan penegasan bahwa Sumenep kota sakti, anti apes dan kebal hukum. Kebijakan-kebijakan kidal dipertontonkan, berebut kue dalam lingkaran,” ungkapnya.
Fauzi As lantas berkata, “dari sejumlah OPD yang ada, saudara Yayak Nurwahyudi yang dilantik sebagai Kepala Bappeda sejak 11 Januari 2017 silam, hingga 21 Januari 2022 masih duduk dengan nyaman di kursi yang sama,” ungkapnya.
Menurut Fauzi As, Kepala Bappeda Sumenep yang menjabat sejak 11 Januari 2017, merupakan bukti bahwa Pemerintah Kabupaten Sumenep dengan sadar melanggar regulasi yaitu pasal 117, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
“Kemudian Pasal 133, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 dan perubahan nya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Manajemen PNS, jelas mengamanatkan bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama maksimal di jabat 5 tahun,” tegasnya.
Konsekuensi hukum dari Undang-Undang yang dilanggar tersebut, lanjut Fauzi As, tentu berdampak luas bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep. “Apalagi dengan kedudukannya sebagai Kepala Bappeda yang merupakan anggota Tim Anggaran Pemkab Sumenep,” tukasnya.
“Sehingga segala produk hukum yang di tanda tangani oleh Yayak sebagai Kepala Bappeda Sumenep potensial tidak sah. Terhitung sejak yang bersangkutan menduduki jabatannya lebih dari 5 tahun,” jelas Fauzi As.
Pemilik channel YouTube bagiberita.id itu melanjutkan, jika Yayak mendapatkan perpanjangan masa jabatan maksimal 1 tahun, setelah 5 tahun menjabat. “Tentunya kalau Bupati Sumenep memperpanjang maksimal 1 tahun, harus dengan alasan yang kuat,” katanya.
“Dan jika perpanjangan ini pun dilaksanakan, maka masa kerja Yayak juga telah kadaluarsa yang tentunya patut dipertanyakan adalah dampaknya dari sisi administrasi pemerintahan dan keuangan. Terhitung mulai dari APBD Sumenep 2022 dan APBD Sumenep 2023,” terangnya.
Terakhir Fauzi As yang bukan bupati mengkritik Bupati Achmad Fauzi. “Seolah lebih senang bekerja di depan kamera, dari pada di depan rakyatnya. Media sosial dihujani berita penghargaan dan prestasi,” pungkasnya.
Konfirmasi terhadap Kepala Bappeda Sumenep, Yayak Nurwahyudi masih akan dilakukan, termasuk ke Kepala BKPSDM, Abd. Madjid. Terkait apa yang disampaikan Fauzi As tersebut.