SuaraMadura.id – Sistem jaringan internet yang diadakan Pemerintah Desa Pagerungan Besar, Sapeken, Sumenep, Madura, dinilai tidak sesuai antara anggaran yang dialokasikan dengan yang dibelanjakan.
Sejak beberapa tahun terakhir program ‘Internet Masuk Desa’ yang digalakkan pemerintah kerap menuai permasalahan dalam proses pengadaannya. Mulai dari ketidaksesuaian antara anggaran dengan belanja maupun spesifikasi yang digunakan.
Seperti sistem jaringan internet desa di Pagerungan Besar. Dialokasikan sebesar 190 juta rupiah pada tahun 2020, dan kemudian menjadi SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) dam dibelanjakan pada tahun berikutnya.
Dikarenakan, pihak provider yang melayani pengadaan serta pemasangan jaringan internet di desa-desa wilayah Kepulauan Sumenep ketika itu, keberatan jika hanya Pagerungan Besar saja yang berminat. Minimal sekitar tujuh puluh persen baru bisa dilayani.
Adapun besaran biaya yang harus dikeluarkan masing-masing desa agar bisa mendapatkan seperangkat sistem jaringan internet desa berada di kisaran lima puluh juta rupiah lebih.
“Harga satu set yang kita sekitar 55 jutaan,” terang salah satu provider yang telah melayani puluhan desa di Kepulauan Sumenep kepada Tim Liputan Khusus Dapur Rakyat News pada medio 2020 lalu.
Melihat besaran anggaran yang dialokasikan Desa Pagerungan Besar untuk belanja sistem jaringan internet desa, 190 juta rupiah. Tentunya merupakan nominal yang fantastis.
Belakangan diketahui, Desa Pagerungan Besar ternyata tidak membeli sistem jaringan internet desa kepada provider yang direncanakan sebelumnya pada saat menganggarkan dana tersebut.
Berdasarkan keterangan narasumber, Desa Pagerungan Besar menggunakan jaringan internet UB (disingkat, red) yang beroperasi dengan sistem layanan akses internet melalui konektivitas WiFi menggunakan akses satelit broadband.
“Sudah dibelanjakan anggaran untuk internet desa itu tahun kemarin (2021, red). Pakai UB harganya 100 juta, 90 juta untuk biaya lain, lain seperti ATK dan honor operator sistem informasi desa,” ungkap narasumber yang menolak disebutkan namanya. Sabtu (6/8).
Disinilah yang menjadi persoalan, biaya yang dikeluarkan Pagerungan Besar, menurut Ferry pemerhati kebijakan publik, terlalu mahal. Dari keterangannya, ia pernah turun langsung ke Kepulauan Sumenep menelusuri sistem jaringan internet yang dibeli dan digunakan desa-desa.
“Untuk UB ya harga satu set-nya di kisaran 8 jutaan, dan tidak membutuhkan tower sebagai pemancarnya karena menggunakan sistem satelit. Minusnya apabila sudah musim hujan,” ujar Ferry. Senin (8/8).
Lebih lanjut, pria eksentrik itu menjelaskan bahwasanya memang ada biaya berlangganan. “Harus dilihat juga berapa band width dan kuota internet yang didapatkan. Itu yang mempengaruhi harganya,” jelasnya.
“Untuk UB, biaya berlangganan paket dengan band width dan kuota paling besar cuma 45 juta per tahun ditambah harga peralatannya sekitar 8 juta,” urai Ferry.
Sementara Kepala Desa Pagerungan Besar, H. Yulandi Abd. Rochim yang dihubungi guna konfirmasi terkait sistem jaringan internet desa yang diadakan di desanya yang ditengarai ada ketidaksesuaian, tidak merespon.