SuaraMadura.id – Suap dan pemerasan memiliki banyak kesamaan. Keduanya sama-sama memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut, serta sama-sama melibatkan pertukaran barang berharga, seperti uang.
Penyuapan biasanya melibatkan pejabat Pemerintah maupun pejabat publik. Sementara pemerasan lebih sering berlangsung personal dua belah pihak seperti, hubungan asmara terlarang antara suami istri dan orang ketiga. Dan tetap merupakan tindak pidana.
Randy Alexander pada artikelnya yang berjudul ‘Perbedaan antara Suap dan Pemerasan’ menggambarkan jika pemberi menawarkan transaksi, itu termasuk suap. Di sisi lain, jika pemrakarsa adalah penerima potensial, itu merupakan pemerasan.
Perbedaan utama antara penyuapan dan pemerasan adalah bahwa dalam penyuapan, penerima sebenarnya menawarkan sesuatu kepada pemberi, sedangkan dalam pemerasan, pemberi tidak mendapatkan apa pun sebagai hasil dari “transaksi”.
Orang mungkin berpikir suap sebagai pertukaran yang lebih “adil” antara dua tindak pidana. Perhatikan contoh berikut:
- Saat melebihi batas kecepatan, Anda dihentikan oleh petugas polisi jalan. Jika dia meminta Anda membayarnya untuk membubarkan kasus, ini adalah pemerasan. Jika Anda menawarinya uang terlebih dahulu agar dia melupakan apa yang terjadi, ini adalah suap.
- Ketika seorang Jurnalis memberitakan indikasi ketidakberesan pada sebuah proyek dan kemudian meminta sesuatu kepada si pemilik pekerjaan, ini pemerasan. Tetapi jika si kuli tinta ditawari uang terlebih dahulu dengan maksud agar tidak lagi menulis berita tentang proyek tersebut, ini adalah suap.
Penyuapan dan pemerasan dianggap oleh hukum sebagai tindak pidana. Dalam kasus penyuapan, terjadinya tindak pidana akibat adanya kesepakatan. Jadi, dalam hal ini kesalahan akan ditimpakan kepada pemberi dan penerima.